Senin, 10 Oktober 2016

GADIS KECIL DITEPI GAZA



RESENSI
 
KATEGORI     : NOVEL
OLEH               : 
Luciana Fera Restuningsih
K5416031
GADIS KECIL DITEPI GAZA

JUDUL                       : GADIS KECIL DITEPI GAZA
JENIS                         : NONFIKSI
PENGARANG           : VANNY CHRISMA W.
EDITOR                     : ELIS WIDAYANTI
PENERBIT                 : DIVA PRESS
KOTA TERBIT          : JOGJAKARTA
TEBAL HALAMAN : 343 HALAMAN
ISBN                           : 978-602-978-953-9

            Seorang gadis kecil berusia 11 tahun tinggal di kota Gaza bernama Palestine. Ayahnya yang pemberani, Yahded Haidar merupakan seorang anggota pejuang hamas memberi nama seperti itu. Agar Palestine tumbuh menjadi seorang gadis yang pemberani untuk memperjuangkan nasib bangsa itu. Palestine jauh lebih menegerti tentang arti kehidupan dan perjuangan yang sebenarnya dibandingkan dengan anal-anak lain seusianya.

            Derita dan perjuangan palestine dimulai sejak Israel melancarkan agresi militer pada tanggal 27 Desember 2008. Sebuah rudal telang menghancurkan rumahnya  serta menewaskan Ibu dan dua saudaranya, Ahmeed dan Zaynab. Sedangkan ayahnya sedang berjuan dengan Hamas untuk melawan Israel. Akibatnya, Palestune menjadi sebatangkara dan harus tinggal di kamp pengungsian bersama korban lainnya. Tanpa makan dan obat-obatan yang cukup, tidur bergelimpangan tanpa selimut, dinginmenusuk hingga tulangnya. Tak hanya rumah, sekolahyang selama ini menjadi tempatnya merajut impian pun hancur lebur di bombadir prajurit tentara Israel. Hancur sudah impian dan harapannya menimba ilmu disekolah untuk menjadi seorang gadis pelestina yang berguna dikemuadian hari.

            Di kamp pengungsian Jabaliyah, Gaza, ia bertemu dengan korban seusianya atau yang lebih tua darinya yang juga kehilangan anggota keluarganya. Seorang remaja bernama Yanaan, yang juga telah kehilangan keluarganya menaruh perhtian lebih pada Palestine yang terkenal kuat dan gigih berjuang . Ia juga bertemu dengan Adeeba, gadis berusia 8 tahun yang memiliki indera keenam dan dapat melihat masa depan, namun banyak yang tidak mempercayai Adeeba dan malah menggapnya gila karena kehilangan Ibu. Hanya Palestine dan Yanaan yang mempercayai idera keenam Adeeba.

             Palestine ditembak oleh serdadu Israel di bagian dadanya pada saat malakukan aksi pelemparan kotoran kuda yang dibentuk menjadi seperti batu dikawasan perbatasan antara Gaza dan Israel. Hidupnya semakin terpuruk, koma dirumah sakit tanpa ada keluarga yang menemani.Hanya Yanaan dan Adeeba yang merawat di rumah sakit. Namun syukurlah, Ia berhasil selamat setelah sadar dari komanya selama beberapa hari.

            Sementara itu, Ayahnya Palestine ditangkap dan disiksa hingga sekarat oleh tentara Israel. Tentara Israel memang memperlakukan anggota pejuang Hamas yang tertangkap dengan sangat tidak manusiawi. Tak hanya itu, wanita dan anak-anak yang tidak berdosa. Palestine pun terpaksa meberanikan diri ikut dengan seorang tentara Israel bernama Hebrew, tentara yang bahkan pernah menembak dadanya hinnga ia koma cukup lama.

            Dengan luka tembakan yang masih jelas membekas dan belum sembuh, ia dibawa ke Jerusalem dan dijanjikan akan bertemu dengan ayahnya yang diketahui ditahan di penjara Maskobbeyan, Jerusalem. Ternyata dipertemukan dengan ayahnya, ia malah ditelantarkan di Jerusalem. Meskipun masih belum bisa bertemu ayahnya, ia tetap mengirimkan surat kepada ayahnya, entah bagaimanapun caranya.

            Setahun lebih susah, penderitaan Palestine semakin lama samakin merajalela setelah bibinya tewas disiksa dan dipasung di penjara oleh tentara Israel. Bertambah pula setelah 31 Mei 2010, ayah Palestine, Yahded Haidar yang merupakan ‘singa’ pasukan Hamas, namun hatinya selalu luluh saat disebut-sebut keluarganya itu meninggal di penjara Maskobbeyan, Jarusalem setelah tentara Israel melepaskan anjing-anjing liar kedalam sel tahanan Yahded. Ia pun tewas dimakan oleh anjing-anjing kelapan yang memang sengaja sudah 3 hari tidak diberi makan. Sadangkan pada hari yang sama, Palestine terkulai lemas dan terbujur kaku di kamp pengungsian Jabaliyah, Gaza. Gadis kecil itu, gadis pejuang intifadah  yang selalu membawa batu di dalam sakunya lalu melemparkannya sambil berkata ‘Laknat untuk Israel’ kini telah tiada.

Novel ini merupakan novel yang sangat menarik, penuh dengan kisah kesedihan dan dapat membuat air mata dan membuat kita terhanyut saat membacanya. Membari pesan amanat agar kita tetap sabar, tabah, dan pantang menyerah terhadap segala cobaan yang mendera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar