Senin, 10 Oktober 2016

NEGERI LIMA MENARA

RESENSI
 
KATEGORI     : NOVEL

OLEH               : 
Edi Setiawan
K5416015


NOVEL MOTIVASI ISLAMI



Judul                      : Negeri 5 Menara
Pengarang              : Ahmad Fuadi
Penerbit                  : Gramedia Pustaka Utama ( Jakarta )
Tahun terbit           : 2009
Halaman                 : 432 halaman
Kategori                 : Novel ( Religi, Edukasi, Roman )
Harga                     : Rp 50.000,00,
Ukuran Novel        : 20 x 13,5 cm
Bahasa                   : Indonesia



 


Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain sepak bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya, belajar di pondok.

Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan mantera sakti “man jadda wa jada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dia terheran-heran mendengar komentator sepak bola berbahasa Arab, anak mengigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Melihat dan Mendengar atas segala upaya hambanya.

            Tema yang diusung oleh penulis berhasil membuat banyak orang ingin tahu lebih dalam tentang dunia pesantren bukan hanya bagi kalangan muslim, tetapi juga kalangan non-muslim. Penelusuran jejak-jejak pesahabatan dan pencapaian cita-cita diramu dalam kisah inspiratif sekaligus melibatkan petualangan, religi, dan wawasan yang mengesankan.

Alur yang digunakan membuat pembaca tidak bosen dan semakin penasaran dengan bagaimana kehidupan pondok pesantren. Diawali dengan tokoh utama (Alif Fikri) yang berkilas balik dari ingatannya akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini. Penyajian jalan cerita yang sangat bagus dan menarik, membuat pembaca sulit menebak peristiwa yang terjadi selanjutnya, sehingga membuat pembaca penasaran serta mengundang antusias pembaca untuk membaca novel ini terus dan terus.

          Tokoh tokoh yang di suguhkan oleh pengarang dalam novel sangatlah inspiratif serta mempunyai jiwa yang besar. Kepribadian positif yang digambarkan dalam cerita memberikan pesan moral yang berlandaskan akidah yang kuat dan baik bagi pembacanya.

Kelemahan dari Novel Negeri 5 Menara adalah Klimaks cerita kurang menonjol singga para pembaca merasa dinamika klimaks cerita yang sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebakan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dari pengalaman pribadi sang penulis, sehinnga penulis tidak ingin melebih-lebihkannya.

Novel ini sangat cocok dibaca oleh pelajar yang sedang mencari jati diri. Karena novel ini berkisah tentang generasi muda bangsa yang penuh motivasi, bakat, semangat, dan optimisme untuk maju dan tidak kenal menyerah. Yang demikian itu merupakan pelajaran yang amat berharga bukan saja sebagai karya seni, tetapi juga tentang psoses pendidikan dan pembudayaan untuk terciptanya sumberdaya insani yang handal. Ahmad Fuadi sebagai penulis mengelola nostalgia menjadi novel yang menyentuh sekaligus menjadi diskusi kritis yang bersimpatik tentang pendidikan kehidupan. Tapi harga buku yang cukup mahal bagi kantong pelajar membuat kurangnya minat pelajar terhadap buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar